Dedi Mulyadi

Blak-blakan Dedi Mulyadi Soal Investasi Rebana yang Belum Maksimal

Investasi kawasan Rebana, yang digadang-gadang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di Jawa Barat, kini kembali menjadi sorotan. Salah satu tokoh politik paling vokal dari Jawa Barat, Dedi Mulyadi, angkat bicara soal belum maksimalnya implementasi proyek ini. Dalam pernyataan terbarunya, Dedi berbicara blak-blakan mengenai berbagai kendala yang menghambat pertumbuhan kawasan Rebana, dari mulai lemahnya daya dorong pemerintah daerah, minimnya infrastruktur pendukung, hingga komunikasi yang tidak berjalan antara investor dan pelaksana proyek.

Pernyataan Dedi ini bukan hanya menjadi bahan diskusi, tetapi juga alarm penting bahwa proyek strategis seperti Rebana tidak cukup hanya dengan pencanangan. Dibutuhkan keberanian untuk mengakui tantangan, dan itulah yang dilakukan Dedi.

Apa Itu Rebana dan Mengapa Proyek Ini Penting?

Kawasan Ekonomi Khusus yang Diharapkan Jadi Motor Ekonomi

Rebana adalah singkatan dari Cirebon, Subang, dan Majalengka, tiga wilayah yang dirancang sebagai kawasan pengembangan ekonomi baru di Jawa Barat. Kawasan ini ditargetkan menjadi pusat manufaktur, logistik, dan investasi berbasis infrastruktur modern, termasuk tol, pelabuhan, dan bandara internasional Kertajati.

Proyek ini dicanangkan sebagai bagian dari strategi besar Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mendorong pemerataan pembangunan serta menurunkan ketimpangan wilayah antara utara dan selatan Jawa Barat.

Janji Pertumbuhan dan Lapangan Kerja

Gubernur Jawa Barat sebelumnya, Ridwan Kamil, bahkan sempat menyebutkan bahwa Rebana bisa menyerap jutaan tenaga kerja baru dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional di luar Jakarta. Optimisme ini tentu menarik minat investor dan juga masyarakat lokal.

Namun, dalam kenyataannya, progres yang diharapkan tidak semulus narasi awal. Inilah yang kemudian menjadi kritik utama Dedi Mulyadi.

Kritik Terbuka Dedi Mulyadi: Data Tak Sesuai Harapan

Realisasi Investasi Jauh dari Target

Dedi Mulyadi menyoroti bahwa data investasi yang masuk ke kawasan Rebana masih jauh dari harapan. “Dari segi janji, proyek ini menjanjikan langit. Tapi realisasi di lapangan masih berkutat di tanah,” ujarnya dalam sebuah wawancara terbuka.

Menurutnya, meski sudah ada peta rencana dan berbagai deklarasi, investor yang benar-benar menanamkan modal dalam jumlah besar belum terlihat signifikan. Banyak kawasan industri yang masih kosong, dan masyarakat sekitar pun belum merasakan dampak konkret dari kehadiran proyek ini.

Infrastruktur Ada, Tapi Tidak Terintegrasi

Masalah lainnya, menurut Dedi, adalah infrastruktur yang sudah dibangun — seperti Bandara Kertajati dan Tol Cipali — tidak terhubung secara maksimal dengan kawasan-kawasan industri yang dirancang. “Bandara ada, jalan tol ada, tapi tidak ada jembatan penghubung yang membuat kawasan itu hidup,” kata Dedi.

Ia menekankan pentingnya pendekatan sistemik, bukan sekadar proyek-proyek yang berdiri sendiri tanpa keterkaitan satu sama lain.

Perspektif Masyarakat Lokal: Apa Kata Warga Rebana?

Harapan vs Realita di Lapangan

Warga di sekitar Majalengka, Subang, dan Cirebon pada awalnya menyambut gembira proyek Rebana. Banyak yang berharap akan ada lapangan pekerjaan, peningkatan ekonomi desa, dan modernisasi infrastruktur desa.

Namun, menurut sejumlah wawancara yang dilakukan oleh media lokal, sebagian warga kini mulai skeptis. Lahan mereka memang dibebaskan, tapi pekerjaan tetap sulit didapat. Mereka belum melihat adanya transformasi nyata dalam kehidupan mereka sejak proyek ini diumumkan.

Dilema Sosial: Lahan Terjual, Kehidupan Tak Berubah

“Lahan saya sudah saya jual untuk proyek, tapi sampai sekarang saya kerja serabutan juga,” kata seorang warga dari Kertajati. Hal ini menunjukkan adanya gap besar antara narasi investasi dengan realitas sosial ekonomi masyarakat di lapangan.

Bagi Dedi Mulyadi, fakta ini adalah tanda bahwa ada kegagalan dalam perencanaan sosial dari proyek ini. “Kita bicara tentang investasi, tapi lupa bahwa ada manusia yang tinggal di sekitar proyek itu,” katanya.

Apa yang Harus Dibenahi Menurut Dedi Mulyadi?

Pemerintah Daerah Harus Proaktif

Dedi menyebut bahwa salah satu hambatan utama dalam perkembangan kawasan Rebana adalah lemahnya daya dorong dari pemerintah daerah. “Bupati dan perangkat daerah harus menjadi aktor utama, bukan penonton,” tegasnya.

Menurutnya, kepala daerah di kawasan Rebana harus lebih aktif menarik investor, menyederhanakan birokrasi, dan membuat iklim investasi yang ramah. Tanpa inisiatif lokal yang kuat, proyek sebesar apapun tidak akan berhasil.

Butuh Masterplan yang Konsisten

Dedi juga menyoroti pentingnya masterplan yang konkret, bukan sekadar cetak biru. “Kita sering punya banyak dokumen, tapi tidak punya eksekusi,” katanya.

Ia mendorong agar proyek-proyek besar seperti Rebana memiliki jadwal implementasi yang jelas, sistem pengawasan yang ketat, dan tim pelaksana yang kompeten serta punya integritas.

Pendekatan Partisipatif dari Masyarakat

Poin penting lainnya adalah keterlibatan masyarakat. Menurut Dedi, masyarakat harus diajak sejak awal dalam proses perencanaan. “Kalau mereka hanya dijadikan objek, ya mereka akan pasif. Tapi kalau diajak jadi subjek, mereka akan ikut menjaga proyek ini,” ujarnya.

Hal ini penting untuk menciptakan rasa memiliki, sekaligus menghindari konflik sosial yang bisa menghambat investasi.

Evaluasi Proyek: Tanggung Jawab Siapa?

Pemerintah Provinsi dan Pusat Harus Turun Langsung

Dalam pandangan Dedi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat juga tidak bisa lepas tangan. Meski kepala daerah berperan penting, proyek ini sejatinya adalah bagian dari kebijakan makro pembangunan nasional.

“Kalau tidak ada perhatian dari Jakarta dan Bandung, maka proyek ini akan seperti rumah tanpa penghuni,” sindirnya.

Koordinasi Antar Lembaga Masih Lemah

Dedi juga mengungkapkan bahwa selama ini koordinasi antara lembaga-lembaga terkait masih sangat lemah. “Kementerian Investasi punya data, Bappenas punya rencana, Pemprov punya strategi, tapi semuanya berjalan masing-masing,” katanya.

Ia mendorong pembentukan satuan tugas khusus lintas sektor yang benar-benar fokus hanya pada pengembangan Rebana dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *